DEKLARASI
Serikat Perjuangan Pemuda
Kristen untuk Sosialisme
(SPARTAKUS)
progresif revolusioner
Negara Indonesia berdiri melalui Revolusi Agustus 1945.
Sebagai revolusi nasional, Revolusi Agustus 1945 mengemban tugas-tugas
demokratik: mendirikan negara bangsa yang berdaulat penuh di lapangan politik,
ekonomi, dan kebudayaan, mengakhiri feodalisme, melaksanakan reforma agraria,
serta menegakkan demokrasi dan HAM. Secara historis, tugas-tugas demokratik ini
ada di pundak burjuasi nasional Indonesia.
Namun, kelas burjuis Indonesia terlambat memasuki panggung
sejarah, yakni ketika burjuasi Eropa – demi mengatasi kontradiksi-kontradiksi
kapitalisme di negeri mereka masing-masing – telah menggelar kolonialisme dan
ketika kapitalisme tengah memasuki tahapannya yang terakhir, yakni
imperialisme. Dalam konteks ini, kelas burjuis Indonesia dilahirkan dari
perkawinan antara mesin negara kolonial – yang merupakan kepanjangan tangan
kelas burjuasi Eropa – dengan birokrasi feodal Nusantara. Alhasil, kelas
burjuis Indonesia adalah burjuasi yang cacat sejak lahirnya, korup, bermental
komprador, kapitalis-birokratik, dan kapitalis-kroni.
Cacat sosio-historis ini menyebabkan kelas burjuis Indonesia tidak dapat menuntaskan tugas-tugas demokratiknya. Meski secara de jure menyandang status sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Republik Indonesia bercorak semi-kolonial dan menjadi vassal kaum imperialis. Politik, ekonomi, dan kebudayaan Indonesia tak ubahnya berputar seperti satelit di orbit imperialisme. Reforma agraria, yang adalah syarat mutlak untuk mengakhiri feodalisme dan membangun perekonomian yang modern, tidak terlaksana. Sebaliknya, tanah-tanah di seluruh Indonesia dikapling-kapling di antara para kapitalis kroni dan kaum imperialis. Demokrasi semata-mata prosedural dan berbiaya mahal serta tak ada relevansinya dengan aspirasi rakyat. Penegakan HAM terikat agenda-agenda ekonomi-politik kapitalis-birokrat dan kapitalis-kroni.
Gagal menuntaskan tugas-tugas demokratik yang secara
historis dipikulkan di pundaknya, burjuasi nasional Indonesia memperbesar
dosa-dosanya dengan korupsi yang semakin menggila, politik transaksional atau
politik dagang sapi yang sama sekali tidak mengindahkan penderitaan dan
aspirasi rakyat, dan praktik-praktik mafia peradilan yang sangat mencederai
rasa keadilan rakyat. Kemiskinan meluas dan semakin parah, sementara jurang si
kaya dan si miskin semakin lebar. Pengrusakan terhadap alam semakin menggila,
seiring dengan penggundulan hutan dan penjarahan atas sumber-sumber alam demi
kepentingan segelintir orang, yakni para kapitalis-birokratik, kapitalis-kroni
(oligarki), dan imperialis. Sejak tumpasnya gerakan rakyat pada tahun 1965-1967
hingga era pasca Soeharto saat ini, rakyat pekerja Indonesia hidup dalam
keadaan yang semakin terhisap dan tertindas di bawah rezim-rezim burjuis
nasional yang menghamba kepada imperialisme, korup, dan membutatuli terhadap
penderitaan dan aspirasi rakyat pekerja – yakni kelas buruh, tani, nelayan, dan
kaum miskin kota dan pedesaan.
Dalam konteks inilah, Tuhan Yesus Kepala Gereja menempatkan
para pemuda Kristen. Mengikut Yesus Kristus berarti turut serta dalam Missio Dei menyatakan nilai-nilai
Kerajaan Allah, yakni kasih, keadilan dan kebenaran, perdamaian, dan keutuhan
ciptaan. Menghayati hal itu, para pemuda Kristen dipanggil untuk terjun dalam
praksis pembebasan. Komitmennya jelas, sebagaimana terpapar dalam ajaran dan
jalan hidup Yesus dari Nazaret, yakni pilihan mengutamakan kaum miskin dan
tertindas (preferential option for the
poor and the oppressed).
Sehubungan dengan itu, para pemuda Kristen menyadari bahwa
kegagalan burjuasi nasional menuntaskan tugas-tugas demokratik mendorongnya
untuk mengarahkan perhatian kepada keberadaan kelas lain yang sanggup
menuntaskan tugas-tugas demokratik dan secara konsekuen membawa penuntasan itu
pada transformasi sosialis masyarakat Indonesia. Kelas itu adalah kelas buruh,
kelas yang paling terhisap dalam tatanan ekonomi kapitalis sekaligus kelas yang
menciptakan kekayaan masyarakat, kelas yang dijerumuskan ke dalam alienasi sistem produksi sekaligus
kelas yang paling terorganisir, berbudaya kooperatif, dan memiliki potensi
demokratik yang paling besar. Bila kelas ini mengambilalih tugas-tugas
demokratik dari tangan kelas burjuis dan meningkatkan tugas-tugas itu ke
tingkatan sosialis, hasilnya adalah tatanan masyarakat baru yang sepenuhnya
demokratik, baik politik maupun ekonomi, yang menjamin keadilan dan
kesejahteraan bagi seluruh rakyat pekerja.
Para pemuda Kristen perlu menyadari bahwa bila segenap
lapisan rakyat pekerja lainnya – yakni tani, nelayan, dan kaum miskin kota dan
pedesaan – bersatu di bawah pimpinan kelas buruh, mereka akan mewujudkan suatu
kekuatan demokratik yang sangat besar dan perkasa. Kekuatan tersebut sanggup
membebaskan masyarakat Indonesia dari cengkeraman kapitalisme dan imperialisme
serta menghantarnya pada Sosialisme. Itulah masyarakat yang demokratik secara
politik dan ekonomi, suatu masyarakat yang adil-sejahtera karena kepemilikan,
kontrol, dan akses terhadap sarana-sarana penciptaan kekayaan masyarakat berada
di tangan rakyat, sementara mesin negara burjuis akan digantikan dengan mesin
negara yang mengabdi kepada kepentingan rakyat pekerja.
Kesadaran akan Missio Dei dan tugas-tugas historis kelas
buruh serta pentingnya persatuan rakyat pekerja di bawah kepemimpinan kelas
buruh seharusnya mendorong para pemuda Kristen untuk menghubungkan diri dengan
semua lapisan rakyat pekerja. Para pemuda Kristen terpanggil untuk hidup
bersama dengan rakyat pekerja dan melakukan kerja-kerja politik berupa penyadaran,
pendidikan, pengorganisasian, dan mobilisasi rakyat pekerja, sambil
berawas-awas dan berjaga-jaga mencermati tanda-tanda zaman yang menyatakan
momentum revolusioner bagi gerakan rakyat pekerja. Saat ini, tanda-tanda zaman
itu semakin nyata, dengan krisis ekonomi yang melanda Eropa dan Amerika, yang
dampaknya akan segera melanda Indonesia.
Hal-hal di atas menghadirkan sense of urgency bagi kami untuk mendirikan sebuah organisasi
perjuangan pemuda Kristen: SPARTAKUS (Serikat Perjuangan Pemuda Kristen Untuk Sosialisme),
yang menggalang para pemuda Kristen untuk menanggapi Missio Dei, menempa diri
dan mendampingi rakyat pekerja untuk berjuang melahirkan tatanan masyarakat
Indonesia yang baru, yang lebih dekat dengan realitas Kerajaan Allah:
Masyarakat Sosialis Indonesia.
Semarang, 17 Oktober 2012
Dalam nama Tuhan Yesus Kristus,
Pandu Jakasurya, Tsadiq Mahardhika, Markiman, Yedija Natanegara, Eva, Tjokro Loebis, Theodorus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar